ad

Sabtu, 25 Oktober 2014

Cara import eSpt PPN 1111



Impor mengimpor file dari sistem eSpt PPN ke format csv atau sebaliknya adalah perkara yang relatif lebih mudah apabila hal ini dilakukan oleh orang IT apalagi bagi seorang programmer.  Namun sebaliknya bagi yang non IT apalagi bagi yang masih pemula,  pekerjaan seperti ini adalah hal yang cukup menyita waktu itu pun jika berhasil.

Khusus bagi pemula di bidang per-eSpt-an, jangan kuatir lagi karena sebentar lagi akan dibahas tuntas langkah demi langkah yang harus dilakukan agar tidak memperoleh kegagalan dalam hal impor-mengimpor ini.  Gagal dalam hal bercinta itu adalah biasa.  Tapi gagal dalam hal perpajakan khususnya dalam hal import-mengimpor ini bisa berdampak sangat luas, khususnya pada kantong pribadi bahkan bisa berlanjut ke rumah tangga.  Ah lebay.

Untuk melakukan impor ini admin akan mengambil contoh bagaimana mengimpor file faktur pajak keluaran.  Yuk Jika tidak sabaran lagi, ini dia langkah-langkahnya untuk impor file csv:

  1.  Buka folder   folder c:\program files\DJP\e-Spt PPN 1111\skema impot, lalu copy file yang bernama file contoh_import_kb.csv  ke lain folder misalnya ke myDocument.
  2. Buka file contoh_import_kb.csv  yang baru saja dicopy yaitu yang berada di Mydocument.
  3. Editlah data-data tersebut sehingga menjadi kurang lebih sebagai berikut :



Yang sering menimbulkan masalah adalah kolom NPWP / Nomor Paspor dan kolom Masa Pajak.  Ubalah kedua format ini dengan memilih format custom.  Kolom NPWP / Nomor Paspor diisi dengan  angka 0 sebanyak 15 digit sedangkan kolom Masa Pajak diisi dengan angka 0 sebanyak 4 digit.  Empat digit pada kolom Masa Pajak terdiri dari 2 kolom pertama adalah untuk masa/bulan pajak awal.  Sedangkan 2 digit berikutnya diisi masa pajak akhir.  Untuk jelasnya jika masa pajak adalah agustus sampai dengan September 2014 maka kolom ini akan menjadi 0809.


  1. Setelah langkah-langkah di atas sudah dilaksanakan dengan baik dan seksama langkah selanjutnya adalah dengan menyimpan kembali file tersebut dalam format csv tentunya.  Yang harus diperhatikan di sini adalah pada saat disimpan akan muncul coment seperti ini



Klik Yes ya, jangan salah.
  1. Selanjutnya agar file ini bisa diimport, maka terlebih dahulu close-lah file ini.  Di sini akan muncul lagi pertanyaan/coment seperti ini :



Nah jangan sampai salah menjawab pada saat ini karena akan berakibat gagal impor yang cukup serius J .  Jawablah dengan baik dan benar yaitu dengan klik don’t Save.
  1.  Setelah itu kembalilah ke e-Spt sistemnya untuk melakukan import melalui menu tools-import data- Faktur pajak seperti tampak sebagai berikut :

  1. Langkah selanjutnya (bersambung)

Kamis, 09 Oktober 2014

Dana Pensiun Tidak Kena Pajak



Dana Pensiun adalah dana yang dipersiapkan pada saat seseorang masih produktif yaitu usia sejak masuk kerja hingga usia pensiun sekitar 55 hingga 65 tahun tergantung di mana tempat atau instansi seseorang bekerja.  Program dana pensiun lazim diikuti oleh para pekerja khususnya pegawai negeri sipil.  Namun dimulai sekitar tahun 1992 atau bersamaan dengan ditetapkannya  Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 1992, pegawai swasta pun sudah banyak yang mengikuti program ini baik yang dikoordinir langsung oleh perusahaan maupun secara individu-individu.

Salah satu bentuk dukungan pemerintah terhadap kepesertaan dalam Program Dana Pensiun ini adalah dengan ditetapkannya Iuran Dana Pensiun yang dibayarkan oleh karyawan atau pegawai sebagai pengurang penghasilan bruto dalam rangka perhitungan PPh pasal 21.  Namun tidak semua jenis iuran pensiun yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.  Iuran Pensiun manakah itu? Yiatu iuran kepada Lembaga Dana Pensiun yang sudah disyahkan oleh Menteri Keuangan.

Walaupun iuran pensiun yang disetor dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, akan tetapi pada saat dana pensiun sudah dicairkan atau sudah diterima oleh peserta pensiun, maka pada saat inilah pajak akan berbicara banyak.  Apa yang dibicarakan oleh pajak adalah sebelum dana sampai ke tangan peserta pensiun, terlebih dahulu harus dipotong PPh pasal 21-nya.  Mengenai tariff pemotongannya tergantung cara pembayaran manfaat pensiunnya.  Apabila penerimaan manfaat pensiun diterima secara sekaligus, maka berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam PP 68 th. 2009 & PMK 16 tahun 2010.  Sebaliknya apabila manfaat pensiun diterima secara berkala  maka berlaku Ph Neto-PTKP-Biaya Pensiun (PER 31/2012).

Tarif sebagaimana diatur dalam PP 68 th. 2009 & PMK 16 tahun 2010 adalah sebagai berikut :
 0% untuk jumlah sampai dengan Rp.50 juta
 5% untuk jumlah 50.000.001 sampai dengan 100 juta
15% untuk jumlah 100.000.001 sampai dengan 500 juta
20%  untuk jumlah di atas Rp.500 juta.

Mengenai tatacara perhitungan dari kedua cara penerimaan manfaat pensiun ini, dapat dibaca pada tulisan lanjutannya.

Rabu, 08 Oktober 2014

Penggeseran Titik Objek Pajak

Penggeseran titik objek pajak yang jelas bukan nama suatu makanan.  Akan tetapi suatu temuan yang biasanya oleh pemeriksa pajak.  Kita ambil contoh saja dalam pemeriksaan pajak PPh Badan.  Di dalam perhitungan laba komersial pos yang pasti ada adalah pos Biaya Gaji.  Biaya gaji yang terdapat di dalam SPT PPh Badan seharusnya sama dengan total pendapatan karyawan yang terdapat di dalam SPT PPh pasal 21.  Namun dalam prakteknya tetap saja bahkan sering terjadi perbedaan diantara ke duanya.

Apakah ada diantara pembaca yang mau tau sebabnya?  Bagi yang mau tau ayo mari tak ceritaian apa saja sih penyebabnya?

Ada beberapa komponen gaji di SPT badan tercantum, tetapi di SPT PPh pasal 21 tidak dimasukkan.  Misalnya pemberian kepada karyawan dalam bentuk natura (benefit in kind) seperti pemberian makan siang bagi karyawan.  Alasan mengapa pemberian makan siang ini tidak dianggap pendapatan bagi karyawan, karena kesulitan didalam mengalokasikan biaya makan siang tersebut ke masing-masing karyawan.  Kalau makannya dalam bentuk prasmanan, maka siapa yang bisa menghitung kalu Si A makannya senilai segini, sedangkan si B segini.  Nah dari pada pusing-pusing, maka Dirjen Pajak membebaskan makan siang ini sebagai objek pajak.  Sebagai gantinya, bagi perusahaan biaya makan tersebut tidak boleh dijadikan beban.  Dalam hal  makan siang tersebut dibebankan, maka jika terjadi pemeriksaan dan pemeriksa menemukan pos ini, maka Fiscus biasanya akan melakukan koreksi yaitu dengan mengkoreksi positip biaya gaji.

Kalau saya sebagai wajib pajak, maka saya akan meminta jangan dikoreksi di biaya gaji, akan tetapi persilahkan koreksi di SPT PPh pasal 21-nya.  Mengapa demikian?  Kerana kalau koreksi PPh pasal 21 paling hanya kena di tarif terendah yaitu 10%.  Sementara jika dikoreksi di PPh Badan akan dikenakan tarif 25%.  Lumayan kan untuk menurunkan besarnya pajak terutang.

Oh ya, jangan lupa ya koreksi tersebut di atas juga akan dikenakan denda administrasi 2% sebulan yang dihitung sejak batas pembayaran terakhir sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, tapi maksimal 24%.  Bagian dari bulan dihitung 1(satu) bulan penuh

Tindakan saya meminta kepada fiskus untuk memindahkan koreksi dari Biaya gaji di PPh Badan ke Pendapatan karyawan di SPT PPh pasal 21 inilah yang disebut Penggeseran titik objek pajak sebagaimana judul pada tulisan ini..